Segera setelah Cheng Yat menangkapnya, Cheung Po Tsai menjadi anak buah kesayangannya. Cheung sangat menikmati menjalani kehidupan bajak laut dan menikmati setiap tugas yang diberikan kepadanya. Sebagai pribadi yang karismatik dan ambisius, Cheung pun dengan cepat naik pangkat. Segera setelah itu, dia bahkan diadopsi oleh kaptennya dan istrinya Ching Shih. Setelah Cheng Yat meninggal secara tak sengaja dalam badai, Ching Shih, yang dikenal sebagai "Janda Ching" bermanuver menuju posisi kepemimpinannya di armada suaminya dan Cheung menjadi tangan kanannya. Antara keduanya pun memiliki hubungan cinta dan segera menikah.
Kemudian, Cheung Po Tsai sepenuhnya mengambil alih posisi pemimpin bajak laut dari istrinya. Cheung Po Tsai menguasai wilayah pesisir Guangdong, pada masa Dinasti Qing. Perompaknya didisiplinkan dengan baik, berbagi harta rampasan dengan adil dan tidak diizinkan untuk melukai atau membunuh wanita. Pada puncak kekuasaannya, armada Cheung memiliki 20.000 orang pasukan dan 600 kapal. Pada tahun 1810, setelah kejatuhan besar pasukan bajak lautnya, Cheung Po menyerah kepada Pemerintah Qing dan menjadi seorang pejabat. Dia menjabat sebagai seorang kapten di angkatan laut kekaisaran Qing dan bertanggung jawab untuk menghapuskan tindak pembajakan. Dia menghabiskan sisa hidupnya menikmati posisi administratif yang nyaman.
Cheung Po Tsai meninggalkan desas-desus yang masih dipercayai hingga kini. Yakni mengenai sebuah gua kecil di Pulau Cheung Chau yang kemudian dinamai pulau Cheung Po Tsai. Cheng Po dikatakan telah menumpahkan harta bajak lautnya di sana. Gua ini kecil dan sulit dijelajahi, namun banyak pemburu harta karun modern yang mencoba menemukan harta karun Cheung Po Tsai yang hilang itu.
0 Komentar